Selasa, 06 September 2011

BIOGRAFI BUYA HAMKA

Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal sebagai Hamka, lahir 16 Februari 1908 di Ranah Minangkabau, desa Kampung Molek, Nagari Sungai Batang, di tepian danau Maninjau, Luhak Agam, Sumatera Barat. Nama kecilnya adalah Abdul Malik, sedangkan Karim berasal dari nama ayahnya, Haji Abdul Karim dan Amrullah adalah nama dari kakeknya, Syeikh Muhammad Amrullah.

Hamka seorang ulama multi dimensi, hal itu tercermin dari gelar-gelar kehormatan yang disandangnya. Dia bergelar “Datuk Indomo” yang dalam tradisi Minangkabau berarti pejabat pemelihara adat istiadat. Dalam pepatah Minang, ketentuan adat yang harus tetap bertahan dikatakan dengan “sebaris tidak boleh hilang, setitik tidak boleh lupa”. Gelar ini merupakan gelar pusaka turun temurun pada adat Minangkabau yang didapatnya dari kakek dari garis keturunan ibunya; Engku Datuk Rajo Endah Nan Tuo, Penghulu suku Tanjung.

Sebagai ulama Minang, Hamka digelari “Tuanku Syaikh”, berarti ulama besar yang memiliki kewenangan keanggotaan di dalam rapat adat dengan jabatan Imam Khatib menurut adat Budi Caniago.1) Sebagai pejuang, Hamka memperoleh gelar kehormatan “Pangeran Wiroguno” dari Pemerintah RI. Sedangkan sebagai intelektual Islam, Hamka memperoleh penghargaan gelar “Ustadzyyah Fakhryyah” (Doctor Honoris Causa) dari Universitas Al-Azhar, Mesir, pada Maret 1959. Pada 1974 gelar serupa diperolehnya dari Universitas Kebangsaan Malaysia. Pada upacara wisuda di gedung parlemen Malaysia, Tun Abdul Razak, Rektor Universitas Kebangsaan yang waktu itu menjabat sebagai Perdana Menteri menyebut ulama karismatik itu dengan “Promovendus Professor Doctor Hamka”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar